Minggu, 06 Desember 2015

Cara Membedakan Sepatu Asli (ORI) Dengan Yang Palsu (KW)

Untuk menunjang penampilan kalian dalam kehidupan sehari hari terkadang sepatu memang bukan suatu hal yang wajib untuk diperhatikan namun secara teknis bagi kaum laki – laki sepatu adalah suatu hal yang sangat berpengaruh didalam penampilan oleh karena itu pilihlah sepatu dengan cepat, tepat, dan cermat artinya bahwa kalian harus cepat karena takut didului orang lain, tepat artinya kalian harus tepat dalam memilih sepatu yang asli atau tidak, dan cermat atinya adalah kalian dituntut harus cermat untuk hal kesesuaian selera kalian dengan sepatu yang akan kalian beli. Dibawah ini saya akan mengajari bagaimana cara memilih sepatu dengan 3 kriteria yang tepat itu.
  1. Jika sepatu yang ingin kalian beli dari via online maka kalian harus sangat cermat dengan melakukan hal seperti : samakan terlebih dahulu jenis sepatu yang kalian beli dengan gambar yang terpampang di website (ini harus ada dan diperhatikan dahulu).
  2. Jika dilihat dari bentuknya, Sepatu ORI memiliki bentuk yang simetris dan terlihat rapih dan elegan. Sedangkan yang ASPAL alias palsu bentuknya tidak karuan alias tidak simetris kelihatan tidak rata.
  3. Dilihat dari ukuran biasanya sepatu yang bajakan ini ukurannya tidak akurat artinya tidak sesuai dengan ukuran sebenarnya (lebih kecil dari ukuran sebenarnya).
  4. Jika sepatu memakai jahitan maka perlu diperhatikan pada jahitan bagian bawah samping. Jika sepatu ori umumnnya  memiliki jeda atau jarak yang sama rata antara 5 mm10 mm atau 1 cm. dan jika sepatu yang palsu memiliki jeda atau jarak yang tidak sama rata.
  5. Dilihat dari segi bau : pada sepatu ORI biasanya tercium bau khas kulit. Dan jika sepatu palsu baunya sangat menyengat dan aneh.
  6. Dan yang paling mencolok antara sepatu asli dan palsu adalah dari segi harga yang biasanya memiliki selisih yang sangat signifikan yang patut kalian curigai.
Kalau kalian masih belum percaya,nih saya tunjukin beberapa kasus dilapangan tentang sepatu ORI dan Palsu ini yang telah menjamur di tanah air tercinta ini. Ini adalah contoh sepatu ternama yaitu ADIDAS namun KW Import dari china akan tetapi semua sizenya sudah digarap di Indonesia. Disini kita akan pelajari dari segi mana kita dapat membedakan semua kualitas ADIDAS asli dengan ADIDAS PALSU langsung saja broooo…..
  • Kalau untuk ADIDAS bajakan semua angka serinya yang tertera pada sepatu memiliki angka seri yang sama meskipun jenis atau tipe sepatunya berbeda. cek gambar dibawah :
sepatu kw 1 sepatu kw 2 sepatu kw 3
  • jika yang asli tenttunya berbedalahhhhhh. Disetiap jenis dan tipenya pun berbeda gak percaya liat aja nih buktinya.
sepatu kw 4
makanya kalau saya boleh saranin sihhh mendingan pake sepatu lokal yang asli gan :D,,dukung produk lokal brooo…

SUMBER: http://sandboxshoes.co/cara-membedakan-sepatu-asli-ori-dengan-yang-palsu-kw/

 

STROLLER BAYI CANGGIH BUATAN VOLKSWAGEN

Apa yang terjadi saat pabrikan asal Jerman Volkswagen menerapkan teknologi mobilnya pada kereta dorong bayi alias stroller? Sangat inovatif sekaligus lucu. Itulah yang tersaji dalam video ini. Teknologi adaptive control pada VW Golf dicoba disematkan dalam stroller ini. 
Hasilnya cukup mengagumkan. kereta bayi tersebut tak hanya bisa mengerem secara otomatis. Tapi juga bisa menjaga jarak secara otomatis dengan objek di depannya. Bagaimana tidak, sensor-sensor pada Volkswagen Golf dicangkok ke stroller pengangkut bayi mungil ini.
Sang orang tua pun tampak terbantu aktivitasnya dalam video ini. Tak perlu khawatir stroller yang mengangkut bayinya menabrak benda asing di depannya, malah orang disekitar yang melihat temuan unik ini tampak terheran-heran.

SUMBER :http://otodriver.com/article/view/video-stroller-bayi-canggih-berteknologi-vw/W8wS_OhrRQXZ03VDWUXwtDO280TAHKhTe5dEmSj3g4I#sthash.ncsmPV7v.dpbs

https://www.youtube.com/watch?v=w-k2suYYXt8

Martin Cooper, Penemu ponsel pertama di dunia 


Siapakah penemu ponsel pertama didunia? Pasti banyak yang bertanya. Yuk disimak sob.
Mungkin sebagian besar penduduk dunia telah memiliki benda kecil ini. Bahkan banyak juga orang- orang yang memiliki benda ini lebih dari satu. Tahukah kamu benda apakah itu?
handphone adalah salah satu benda yang sulit dipisahkan dari kehidupan kita. Selain sebagai media komunikasi, handphone juga mempunyai banyak kegunaan yang dapat menunjang kebutuhan penggunanya. Nah, berterima kasihlah pada Martin Cooper. Siapa dia? dia adalah orang yang pertama kali menemukan handphone, dan juga tercatat sebagai orang yang pertama kali berbicara melalui handphone.
Martin Marty Cooper lahir 26 Desember 1928 di Chicago, Illinois, USA. Cooper dibesarkan di Chicago dan meraih gelar sarjana di bidang teknik elektro di Institut Teknologi Illinois pada tahun 1950. Ketika masih muda, Cooper bergabung dengan Angkatan Laut Amerika Serikat dan bertugas di kapal perusak Angkatan Laut AS selama Perang Korea. Seusai perang, Cooper bekerja di perusahaan bernama Teletype, yang merupakan anak perusahaan dari Western Electric.
Pada tahun 1954, Cooper pindah ke sebuah perusahaan bernama Motorola dan menjadi manager divisi umum yang kemudian memimpin penelitian seluler di Motorola. Sambil bekerja, Cooper melanjutkan studinya. Pada tahun 1957, ia menerima gelar Magister dalam bidang rekayasa elektronika dari Illinois Institute of Technology.
Tahun 1960, Cooper berperan besar dalam membuat jaringan teknologi informasi tidak terpusat pada satu gedung saja. Cooper bercita-cita suatu hari nanti orang-orang bisa membawa telepon ke mana saja. Maka ia pun memperluas jaringan telekomunikasi hingga mencapai antar kota. Lalu Cooper menggagas diciptakannya sebuah perangkat komunikasi seperti telepon mobil namun dengan ukuran lebih kecil dan bisa dibawa ke mana-mana. Dan berkat penelitian yang dilaksanakan oleh Cooper dan timnya di tahun 1973, sebuah telepon genggam pertama berhasil muncul ke dunia telekomunikasi
Setelah melakukan pengujian awal di Washington, Cooper bersama Motorola membawa teknologi telekomunikasi itu ke New York untuk di perkenalkan ke masyarakat. Pada tanggal 3 April 1973, sambil berdiri di sebuah jalan di dekat Hillton Manhattan, ia mencoba panggilan pertamanya yang ditujukan kepada Dr. Joel S. Engel, kepala riset di Bell Labs
Kejadian yang bersejarah tersebut disaksikan di muka umum di depan wartawan dan orang-orang yang lewat di jalan kota New York. Saat itu Cooper menggunakan telepon genggam pertama di dunia seberat kurang lebih 800 gram, atau sepuluh kali lipat jika dibandingkan dengan rata-rata berat telepon genggam yang beredar saat ini. Telepon genggam ini hanya bisa digunakan selama dua puluh menit sebelum baterainya kehabisan energi
Telepon genggam yang pertama kali diproduksi oleh Motorola dinamakan “DynaTAC” dengan berat sekitar 454 gram. Penemuan ini segera menggeser cara telekomunikasi masyarakat Amerika Serikat pada waktu itu. Setelah berhasil memproduksi telepon genggam,
tantangan terbesar berikutnya adalah mengadaptasi infrastruktur untuk mendukung sistem komunikasi telepon genggam tersebut dengan menciptakan sistem jaringan yang hanya membutuhkan 3 MHz spektrum, setara dengan lima channel TV yang tersalur ke seluruh dunia. Kemudian Cooper bergabung dengan Richard Roy, seorang peneliti di Universitas Stanford, untuk membentuk ArrayComm. Perusahaan ini mulai mengkhususkan dalam penciptaan komunikasi selular yang lebih efisien.
Pada tahun 1995, Martin Cooper menerima penghargaan Wharton Infosys Business Transformation Award untuk inovasi teknologi di bidang komunikasi. Di tahun 2000 Martin Cooper termasuk Top Sepuluh Pengusaha di majalah Red Herring. Pada tahun 2009, ia bersama dengan Raymond Tomlinson dianugerahi Prince of Asturias, sebuah penghargaan bagi penelitian ilmiah dan penelitian teknis.

SUMBER: http://sobathape.com/2015/02/25/martin-cooper-penemu-ponsel-pertama-di-dunia/
Perlakuan Akuntansi Pajak Penghasilan (PPh) Badan pasca diberlakukannya PP 46 (PPh Final 1 Persen).” Meskipun membahas aspek perpajakan, saya akan lebih menekankan perlakuan akuntansinya.
Rekan yang bekerja atau menangani klien perusahaan skala mikro-kecil-menengah (UMKM) pastinya banyak berurusan dengan PP 46. Sebab, yang kena peraturan baru ini memang hanya UMKM dengan omzet (penghasilan kotor) tak lebih dari 4,8 milyar per tahun, baik itu wajib pajak perorangan (WPO) mapun Badan Usaha (WP Badan).
Kasarannya, sbb:
  • Untuk wajib pajak beromzet maksimal Rp 4,8 milyar/tahun (atau maksimal Rp 400 juta per bulan), berlaku PP 46, artinya membayar PPh Pasal 4 (2) dengan tarif 1 persen dari omzet per bulan dan bersifat final (tidak bisa dikreditkan).
  • Untuk wajib pajak beromzet di atas Rp 4,8 milyar/tahun, berlaku UU PPh normal, artinya mengangsur PPh Pasal 25, dan menghitung Pajak Badan Terutang di akhir tahun berdasarkan PPh Pasal 31e dan Pasal 17.
Gampang?
Entah anda, tapi sebagian besar klien yang saya tangani—baik yang beromzet 4,8 milyar ke bawah maupun yang di atas 4,8 milyar—masih bingung. Saya bukan konsultan pajak, tapi demi kelancaran bersama saya memilih pro-aktif dengan cara datang ke KPP dan bertanya pada AR yang rata-rata bersedia menjelaskan.

Sumber Kebingungan

Secara umum, akuntansi jauh lebih rumit ketimbang perpajakan. Namun khusus untuk penerapan peraturan PP 46 ini saya pribadi akui memang lebih rumit dibandingkan perlakuan akuntansinya. Apakah karena baru? Entahlah.
Dari keluhan yang saya terima dari beberapa klien, ada 4 hal utama yang membuat PPh Final 1 persen ini agak membingungkan, yaitu:
1. Baru – PP 46 ini baru (sejak Juli 2013), wajar jika masih agak membingungkan sebagian wajib pajak. Menjadi semakin membingungkan karena peraturan ini keluar di pertengahan tahun takwim dan berlaku saat itu juga. Karena berlaku di seketika di pertengahan tahun maka untuk Tahun Fiskal 2013 semester pertama masih pakai aturan lama, sementara semester keduanya pakai aturan baru ini, ini jelas membingungkan terutama saat membuat SPT di akhir 2013. Ditambah lagi kurangnya waktu sosialisasi.
2. Penentuan Batas Omzet – Terkait penentuan omzet (“tidak tembus” dan “tembus” 4,8 milyar) membingungkan sebab: batasan 4,8 milyar adalah untuk satu tahun, sementara penghitungan setoran 1 persen harus dilakukan setiap bulan. Pertanyaan yang banyak muncul: bagaimana wajib pajak bisa yakin akan beromzet “tidak tembus” atau “tembus” 4,8 milyar setahun, sementara tahun belum berakhir? (lihat yang berikut ini)
3. Fluktuatif – Omzet (Penjualan) bersifat fluktuatif. Contoh: omzet bulan ini hingga beberapa bulan ke depan mungkin rata-rata Rp 450 juta, bagaimana jika nanti ternyata turun sehingga total setahunnya tidak tembus 4,8 milyar sementara kami sudah terlanjur setor PPh Pasal 25? Atau sebaliknya—omzet bulan ini hanya 350 juta, bagaimana jika nanti ternyata naik sehingga totalnya setahun tembus Rp 4,8 milyar sementara kami terlanjur bayar PPh Final 1 persen?
4. Istilah Final – Terutama bagi saya (dan rekan-rekan orang accounting lainnya), istilah “Final” atau “tidak final” (baca: bisa atau tidak bisa dikreditkan/dikompensasikan) sangat menentukan bagaimana cara kita mengakuinya di dalam laporan keuangan komersial. Pajak yang sifatnya final—seperti “Pajak atas Bunga Jasa Giro” dan lainnya—yang masuk obyek PPh Pasal 4 (2), langsung kita bebankan (Beban PPh). Sedangkan pajak yang “tidak bersifat final” (e.g. PPh Pasal 22 dan 23) kita akui sebagai “Utang PPh” bernilai negative (di sisi debit) yang artinya akan menjadi faktor pengurang Utang PPh sebab di akhir tahun bisa dikreditkan (dikompensasikan). Dan, khusus PPh Pasal 25 (angsuran PPh Badan) biasanya kita akui sebagai “Uang Muka PPh” yang nantinya juga akan menjadi faktor pengurang PPh Badan. Masalahnya, pajak PPh 1 persen dari omzet ini masuk kelompok Pasal 4 (2) dan disebut “final,” pertanyaan yang muncul kemudian: apakah tidak ada perubahan terlepas berapapun total omzet diketahui di akhir tahun? Kerumitan macam inilah yang menghantui pikiran kita di accounting—setidaknya di awal-awal (saat petunjuk pelaksaannya belum jelas).
Empat hal itulah yang menjadi sumber utama kebingungan terkait perlakuan akuntansi PPh pasca PP 46 Tahun 2013. Belum lagi terkait pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, belum lagi pemisahan perlakuan antara penghasilan usaha dan penghasilan dari pekerjaan lepas. Intinya pusing tujuh keliling.

Solusi?

Kunci utama agar perlakuan akuntansi PPh nya menjadi PAS (tidak membingungkan lagi), menurut saya, pahami petunjuk pelaksanaan PP 46 ini terlebih dahulu. Saya yakin semua sudah baca Peraturan Menteri Keuangan No 107/PMK.011/2013 dan Serat Edaran Dirjen Pajak No. SE-42/PJ/2013 (yang belum silahkan googling). Dari hasil membaca PMK dan SE tersebut serta arahan dari AR, terkait kebungungan-kebingunan di atas, saya akan coba perjelas melalui tulisan ini.
Dan untuk lebih mudahnya, saya bagi per tahun fiskal saja.

1. Untuk Tahun Fiskal 2013

Saya yakin semua sudah beres. Kan sudah lewat 2,5 tahun. Yang jelas PP 46 berlaku sejak Juli 2013, namun batasan omzet dihitung berdasarkan tahun fiskal 2012 (artinya lihat berapa besarnya “Perederan Usaha”/omzet yang tercantum pada SPT 2012):
  • Jika belum tembus 4,8 milyar berarti kena aturan PP 46.
  • Jika melewati Rp 4,8 milyar namun di bawah 50 milyar berarti kenanya UU PPh Normal (ngangsur PPh Pasal 25 per bulan dan hitung kurang bayar di akhir tahun berdasarkan Pasal 31e dan pasal 17.

2. Untuk Tahun Fiskal 2014

Saya rasa juga sudah pada rampung. Hanya persoalan berapa total omzet yang tercantum di SPT 2013.
  • Jika belum tembus 4,8 milyar berarti untuk tahun 2014 kemarin sepenuhnya kena PP 46—bayar PPh Pasal 4 (2) 1% x omzet per bulan.
  • Sedangkan jika tembus 4,8 milyar berarti tahun 2014 kemarin kena UU PPh normal (ngangsur PPh Pasal 25 setiap bulan dan hitung PPh Badan kurang bayar di akhir tahun berdasarkan Pasal 31e dan 17).
Catatan: Jikapun ada perubahan omzet di pertengahan tahun—entah ke atas 4,8 milyar atau ke bawah 4,8 milyar—maka yang diberlakukan tetap ketentuan di awal hingga akhir tahun Fiskal (perubahan baru diberlakukan di tahun Fiskal berikutnya.)

3. Untuk Tahun Fiskal 2015

Apakah kena PP 46 atau tidak, patokannya total omzet tahun 2014 (lihat SPT).
Pertanyaan: Jika kenanya PP 46, bagaimana perlakuan akuntansinya?
Jawaban: Transaksi penjualan harian dijurnal seperti biasa—mengikuti standar pengakuan pendapatan (revenue recognition)—untuk sementara lupakan urusan PPh (nanti di akhir bulan baru dipikirkan):
[Debit]. Piutang = Rp xx
[Kredit]. Penjualan Rp xx
Dan;
[Debit]. HPP = Rp xx
[Kredit]. Persediaan Rp xx
Asumsi: tanpa PPN (WP non-PKP sebab beromzet tak lebih dari 4,8 milyar per tahun). Begitulah jurnal pengakuan atas penjualan dibuat setiap hari sampai akhir bulan.
Katakanlah posisi saldo di akhir Januari 2015, sbb:
  • Saldo (Buku Besar) akun Piutang, bertambah Rp 300 Juta (Lap Posisi Keuangan)
  • Saldo (Buku Besar) akun Penjualan, bertambah Rp 300 Juta (Lap Laba/Rugi)
  • Saldo (Buku Besar) akun HPP, bertambah Rp 170 Juta (Lap Laba/Rugi)
  • Saldo (Buku Besar) akun Persediaan, berkurang Rp 170 Juta (Lap Posisi Keuangan, asumsi tidak ada pembelian)
Ini berarti, total omzetnya Rp 300 juta. Karena kena PP 46, maka total PPh Pasal 4 (2) yang harus dibayar adalah Rp 300 Juta x 1% = Rp 3 juta. Saat diketahui (di akhir bulan) diakui dengan jurnal:
[Debit]. Beban PPh Pasal 4 (2) = Rp 3 juta
[Kredit]. Utang PPh Pasal 4 (2) = Rp 3 juta
Sehingga, jika Beban Operasional Rp 100 juta misalnya, maka “Laba Setelah Pajak” pada “Laporan Laba/Rugi (1 s/d 31 Jan 2015)” menjadi = 300 Juta – 170 Juta – 100 Juta – Rp 3 juta = 27 Juta. Angka Laba inilah yang ditutup buku.
Dan, pada Laporan Posisi Keuangan (alias Neraca) per 31 Januari 2015 muncul Utang PPh Pasal 4 (2) sebesar Rp 3 Juta. Jika dilunasi tanggal 9 Februari 2015, maka atas pelunasan tersebut dijurnal:
[Debit]. Utang PPh Pasal 4 (2) = Rp 3 Juta
[Kredit]. Kas = Rp 3 Juta.
Note: setelah dilunasi saldo “Utang PPh Pasal 4 (2)” menjadi 0 (nol)
Demikian terus setiap bulannya dari Januari s/d Desember 2015 nanti. Jika total penjualan tidak lebih dari Rp 4,8 Milyar maka artinya sudah tidak ada persoalan:
  • Berapapun besarnya total penjualan, itulah nilai “Penjualan” yang disajikan pada “Laporan Laba/Rugi 2015.”
  • Berapapun total PPh Pasal 4 (2) yang disetor dari Januari s/d Desember 2015, itulah “Beban PPh Badan” (Corporate Income Tax) yang disajikan pada Laporan Laba/Rugi 2015.
  • Berapapun nilai Laba setelah dikurangi “Beban PPh Badan” itulah “Laba Setelah Pajak” yang ditutup dengan cara melawankannya dengan akun “Laba Ditahan” (Retained Earning) dan menjadi faktor penambah nilai “Ekuitas” pada Laporan Posisi Keuangan 31 Desember 2015.
Pertanyaan: Bagaimana, kumaha, piye, what if, di akhir 2015 ternyata total penjualan (omzet) melewati angka Rp 4,8 milyar, katakankanlah Rp 5,2 milyar misalnya?
Jawaban: Berarti mulai Januari 2016 berlaku UU PPh normal (bukan PP 46 lagi), artinya mengangsur dengan PPh Pasal 25. Berapa besarnya angsuran mulau Januari 2016? Dihitung berdasarkan Laba/Rugi dan Perhitungan PPh Badan bulan Januari 2016. Misalnya, diketahui:
  • Penjualan = Rp 460 Juta
  • HPP = Rp 300 Juta
  • BOP = Rp 100 Juta
Maka:
Langkah-1. Hitung “Laba Sebelum Pajak” untuk bulan tersebut:
  • Laba Sebelum Pajak Sebulan = 460 – 300 – 100 = Rp 60 Juta
Langkah-2. Setahunkan “Laba Sebelum Pajak”:
  • Laba Sebelum Pajak Disetahunkan = Rp 60 Juta x 12 = Rp 720,000,000
Langkah-3. Pisahkan porsi laba yang memperoleh fasilitas potongan 50% dari yang tidak memperoleh fasilitas:
  • Porsi Laba mendapat potongan = [4,800,000,000/(460 juta x 12)] x 720,000,000 = Rp 626,086,957
  • Porsi Laba tidak mendapat potongan = 720,000,000 – 626,086,957 = Rp 93,913,043
Langkah-4. Hitung PPh Badan:
  • PPh Pasal 31e (dengan potongan) = 50% x 25% x 626,086,957 = Rp 78,260,870
  • PPh Pasal 17 (tanpa potongan) = 25% x 93,913,043 = Rp 23,478,261
  • Total PPh Badan = 78,260,870 + 23,478,261 = Rp 101,739,130
Langkah-5. Hitung angsuran PPh Pasal 25
  • PPh Pasal 25 = 1/12 x 101,739,130 = Rp 8,478,261
Hasil Akhir: Nilai PPh Pasal 25 yang harus dibayar setiap bulan dari Jan s/d Des 2016 sebesar 8,478,261 dan diakui dengan jurnal:
[Debit]. Uang Muka PPh Badan = Rp 8,478,261 (masuk kelompok Aset pada Lap Posisi Keuangan)
[Kredit]. Kas = Rp 8,478,261
Itu jika total omzet tahun 2014 tidak tembus 4,8 milyar (tetapi baru tembus di 2015)
Pertanyaan: Bagaimana jika total omzet 2014 tembus 4,8 milyar? Bagaimana perlakuan akuntansinya untuk 2015?
Jawaban: Berarti sejak Januari 2015 lalu berlaku UU PPh normal (bukan PP 46)—mengangsur PPh Pasal 25 dengan tata cara penghitungan seperti contoh di atas. Dan perlu diingat kembali bahwa, ketika yang berlaku adalah UU PPh normal (bukan PP 46), maka besarnya angsuran bersifat tetap setiap bulannya dari Jan s/d Des 2015 nanti. Katakanlah, setelah dihitung, besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar pada Januari 2015 sebesar Rp 10 Juta (saya tidak perlu buatkan contoh kasus lagi silakan liat contoh di atas). Maka, angka angsuran Rp 10 juta tersebut dibayarkan masing-masing untuk Januari, Februari, Maret, April, dan seterusnya, hingga Desember 2015, dengan jurnal yang selalu sama setiap bulannya, yaitu:
[Debit]. Uang Muka PPh Badan = Rp 10,000,000
[Kredit]. Kas = Rp 10,000,000
Tidak peduli berapapun besarnya omzet dan laba setiap bulannya.
Sehingga, total PPh Pasal 25 yang dibayarkan dari Jan s/d Des 2015 otomatis Rp 10 juta x 12 = Rp 120 Juta, dan tercermin dalam saldo akun “Uang Muka PPh Badan” pada Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2015 nanti.
Pertanyaan: Bagaimana jika di pertengahan tahun Oktober 2015 total omzet diketahui tembus Rp 4,8 milyar?
Jawaban: Yang berlaku tetap UU PPh normal (bukan PP 46), artinya tetap mengangsur PPh Pasal 25 sebesar Rp 10 Juta, tanpa perlu pusing-pusing berpikir tentang PPh final 1%, hingga Desember 2015.
Pertanyaan: Lalu bagaimana perhitungan dan pengakuan PPh Badan Tahunan untuk 2015?
Jawaban: Buat Laporan Laba/Rugi normal untuk 12 bulan (Jan s/d Des 2015) hingga diketahui besarnya “Laba Sebelum Pajak.” Misalnya, diketahui:
  • Penjualan = Rp 12 Milyar
  • HPP = Rp 8 Milyar
  • BOP = Rp 2 Milyar
Maka:
Langkah-1. Hitung Laba Sebelum Pajak
  • Laba Sebelum Pajak = 12 – 8 – 2 = 2 Milyar
Langkah-2. Pisahkan porsi Laba
  • Mendapat potongan = 4,8/12 x 2 Milyar = Rp 800,000,000
  • Tidak dapat potongan = 2,000,000,000 – 800,000,000 = 1,200,000,000
Langkah-3. Hitung PPh Badan:
  • PPh Badan Pasal 31e = 50% x 25% x 800,000,000 = Rp 100,000,000
  • PPh Badan Pasal 17 = 25% x 1,200,000,000 = Rp 300,000,000
  • Total PPh Badan = Rp 400,000,000
Langkah-4. Akui “Beban PPh Badan” dan “Utang PPh Badan” dengan jurnal:
[Debit]. Beban PPh Badan = Rp 400,000,000
[Kredit]. Utang Beban PPh Badan = Rp 400,000,000
Setelah jurnal dimasukkan, maka:
  • Pada “Laporan Laba Rugi” akan muncul “Beban PPh Badan” sebesar Rp 400,000,000. Sehingga Laba Setelah Pajak menjadi: Rp 2 Milyar – Rp 0,4 Milyar = Rp 1,6 Milyar. Angka 1,6 Milyar inilah yang ditutup ke akun “Laba Ditahan” (Retained Earning).
  • Pada “Laporan Posisi Keuangan” akan muncul “Utang PPh Badan” sebesar Rp 400,000,000.
Langkah-5. Buat penyesuaian untuk menghapus “Uang Muka PPh Badan” (angsuran PPh Pasal 25 dari Jan s/d Des) dengan jurnal:
[Debit]. Utang PPh Badan = Rp 120,000,000
[Kredit]. Uang Muka PPh Badan = Rp 120,000,000 (=10 juta x 12)
Dengan masuknya jurnal tersebut maka:
  • Saldo “Uang Muka PPh Badan” menjadi = 120,000,000 – 120,000,000 = 0 (nol)
  • Saldo “Utang PPh Badan” menjadi = 400,000,000 – 120,000,000 = Rp 280,000,000
Utang PPh Badan sebesar Rp 280,000,000 itulah yang menjadi “PPh Badan Kurang Bayar” yang akan muncul pada SPT PPh Badan tahun 2015. Saat dibayar pada tanggal 25 Maret 2016 misalnya, dijurnal:
[Debit]. Utang PPh Badan = Rp 280,000,000
[Debit]. Kas = Rp 280,000,000
Sehingga saldo Utang PPh Badan menjadi 0 (nol).
Pertanyaan: Bagaimana jika diakhir tahun ternyata total omzet dibawah 4,8 milyar?
Jawaban: Tetap menggunakan perhitungan PPh Normal yaitu Pasal 31e (tanpa pasal 17 karena total omzet dibawah 4,8 milyar), dengan perlakuan akuntansi yang juga sama seperti di atas. Hanya saja, mulai Januari s/d Desember 2016 berlaku PP 46 yaitu: Bayar PPh Pasal 4 (2) 1% dari omzet setiap bulan (bukan angsuran PPh Pasal 25).

Simpulan

1. Atas kebingungan terkait PPh Badan Pasca PP 46, pahami UU PPh Pasal 17 dan 31e, pahami PP 46 dan petunjuk pelaksanaannya (terutama Peraturan Menteri Keuangan No 107/PMK.011/2013 dan Serat Edaran Dirjen Pajak No. SE-42/PJ/2013).
2. Apakah kena PP 46 atau UU PPh Normal, tergantung omzet tahun pajak sebelumnya (lihat SPT tahun sebelumnya).
3. Jika omzet tahun sebelumnya tidak tembus 4,8 milyar, berarti kena PP 46 yang artinya juga bayar PPh Pasal 4 (2) dengan tarif 1 persen dari omzet per bulan (dari Januari s/d Des) selama tahun tahun pajak bersangkutan, tanpa mempedulikan fluktuasi omzet yang sedang terjadi.
4. Jika omzet tahun sebelumnya tembus 4,8 milyar, berarti kena UU PPh Normal, yang artinya juga bayar angsuran PPh Pasal 25. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh Pasal 29 tahun lalu dibagi 12 (atau dikalikan 1/12) apabila tahun sebelumnya juga kena UU PPh normal. Apabila tahun sebelumnya kena PP 46, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung dengan cara mencari laba kena pajak bulan tersebut untuk kemudian disetahunkan, dicari PPh Badan setahun untuk kemudian di bagi 12 (atau kali 1/12). Angsuran PPh Pasal 25 bersifat tetap setiap bulannya selama satu tahun pajak bersangkutan, tanpa mempedulikan fluktuasi omzet yang sedang terjadi.
5. Dari perspektif akuntansi, PPh Pasal 4 (2) yang dibayarkan tiap bulan (dalam hal kena PP 46) langsung diakui sebagai “Beban PPh Badan.” Akumulasi saldo akun “Beban PPh Badan” selama satu tahun disajikan sebagai “Beban PPh Badan” pada “Laporan Laba/Rugi” dan akan menjadi pengurang besarnya nilai “Laba Setelah Pajak” yang akan ditutup ke rekening “Laba Ditahan” (Retained Earning).
6. Dari perspektif akuntansi, angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan tiap bulan (dalam hal kena UU PPh normal) untuk sementara diakui sebagai “Uang Muka PPh Badan” yang di akhir tahun buku dihapus (write off atau washed) dengan jurnal penyesuaian yang melawankannya dengan saldo akun “Utang PPh Badan” dari hasil perhitungan PPh Pasal 31e dan PPh Pasal 17 (jika ada).
7. Dari perspektif akuntansi, setiap pemotongan dan pemungutan (potput) oleh pihak lain yang TIDAK DAPAT DIKREDITKAN langsung diakui sebagai “Beban PPh Badan” yang nantinya akan menjadi penambah “Beban PPh Badan” dari hasil perhitungan Laba/Rugi di akhir tahun. Sedangkan yang DAPAT DIKREDITKAN diakui sebagai “Utang PPh Badan” bernilai negatif (bersaldo debit) sehingga akumulasinya akan menjadi pengurang “Utang PPh Badan” dari hasil perhitungan Laba/Rugi di akhir tahun.
8. Hal-hal terkait “koreksi fiskal” (positif maupun negatif) diperlakukan seperti biasanya, tentunya dengan tetap memperhatikan kemungkinan adanya perubahan dari sisi UU Pajak yang berlaku. Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan, tetap mengikuti standar (PSAK) terkait


SUMBER : http://jurnalakuntansikeuangan.com/2015/06/perlakuan-akuntansi-pajak-penghasilan-pph-setelah-pp-46/



Minggu, 29 November 2015

AKUNTANSI PAJAK

AKUNTANSI PERPAJAKAN

AKUNTANSI PAJAK


Pengertian Akuntansi Perpajakan
Yang dimaksud Akuntansi Perpajakan  ialah  akuntansi  yang diterapkan dengan memakai tujuan untuk dapat menetapkan besarnya  jumlah pajak yang terutang. Maka fungsi Akuntansi Perpajakan merupakan sebagai pengolah data secara kuantitatif yang dipergunakan untuk menyajikan  sebuah laporan keuangan dengan memuat jumlah perhitungan perpajakan.
Sifat Akuntansi Perpajakan
  1. Pajak merupakan iuran masyarakat terhadap pemerintah yang bersifat dipaksakan dalam pembayarannya. Namun karena dipaksakan inilah sering terjadi saat petugas pajak berlaku semaunya atau tidak berlaku adil  dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat dipicu dengan banyaknya wajib pajak yang tidak mematuhi  kewajiban dalam membayar pajak sebagaimana mestinya serta  adanya kekeliruan ketika mencatat transaksi, utamanya yang berhubungan pada perpajakan.
  2. Pajak merupakan alat yang digunakan untuk membiayai beban atau pengeluaran pemerintah, yang di mana pemerintah menggunakan pajak sebagai sumber kegiatan operasional pemerintahan.
  3. Wajib pajak tidak mendapat imbalan jasa secara langsung, namun wajib pajak mendapat suatu perlindungan dari negaranya yaitu mendapatkan pelayanan sesuai dengan haknya.
  4. Pajak memilikii fungsi untuk mengatur segala aspek ekonomi,sosialdan budaya.
http://isma-ismi.com/akuntansi-perpajakan.html
UNSUR – UNSUR DEFINISI :
  1. Pajak adalah suatu iuran atau kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan (pendapatan) kepada negara
  2. Penyerahan itu bersifat wajib. Bagaimana jika tidak dilakukan? hutang itu dapat dipaksakan dengan kekerasan seperi surat paksa dan sita
  3. Perpindahan/ penyerahan itu berdasarkan UU/ Peraturan / Norma yang dibuat oleh Pemerintah yang berlaku umum.
  4. Tidak ada kontraprestasi Langsung dari Pemerintah (Pemungut iuran)
 PRINSIP AKUNTANSI PAJAK
Prinsip yang terdapat dalam akuntansi pajak adalah sebagai berikut:
  1. Kesatuan Akuntansi
Pada prinsip ini, maka: (1) Perusahaan dianggap satu kesatuan ekonomi yang terpisah dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan sumber-sumber perusahaan.
  1. Kesinambungan
Prinsip ini mengatakan bahwa suatu entitas ekonomi diasumsikan akan terus menerus melanjutkan usahanya dan tidak akan dibubarkan.
  1. Harga Pertukaran Obyektif
Transaksi keuangan harus dinyatakan dengan nilai uang. Obyektif berarti sebagai berikut: (a) tidak dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa, (b) dapat diuji oleh pihak independen, (c) tidak terdapat transfer pricing, (d) tidak ada mark-up, tidak ada KKN, dan sebagainya.
  1. Konsistensi
Prinsip ini mengatakan bahwa penggunaan metode dalam pembukuan tidak bokeh berubah-ubah. Misalkan: (a) penentuan tahun buku, (b) perhitungan penyusutan, (c) perhitungan persediaan, (d) pengakuan nilai kurs valuta asing
v  Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa, yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristiknya. Laporan keuangan (setidaknya) terdiri atas:
  1. Laporan Laba / Rugi
Merupakan suatu ikhtisar yang menyajikan Pendapatan dan Bebanperusahaan.
  1. Laporan Perubahan Modal
Merupakan ikhtisar yang menyajikan Modal perusahaan beserta perubahannya
  1. Neraca      
Neraca adalah daftar HartaUtang dan Modal perusahaan pada suatu periode.
v  Persamaan Akuntansi Pajak
Pemahaman terhadap persamaan akuntansi pajak adalah hal yang sangat penting sekali karena semua proses akuntansi semuanya berangkat dari konsep ini.
http://accounting-media.blogspot.com/2013/05/dasar-akuntansi-pajak_30.html

FUNGSI AKUNTANSI PAJAK                                                                                                                       Akuntansi pajak adalah akuntansi yang ditarapkan dengantujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Fungsi akuntansi pajak adl mengolah data kuantitatif yg akan digunakan untuk menyajikan laporan keuanganyg memuat perhitungan perpajakan.

Pajak  adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dgn tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum ukt menutup biaya produksi barang-barang & jasa kolektif ukt mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga pemerintah yang  mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jendral Pajak  (DJP) yg merupakan salah satu direktorat jenderal yg ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak yg dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:
  1. Menurut Dr. P. J. A. Adriani, pajak adl iuran masyarakat kpd negara (yang dpt dipaksakan) yg terutang oleh yg wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dgn tdk mendapat prestasi kembali yg langsung dpt ditunjuk & yg gunanya adl ukt membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara ukt men’Teks’yelenggarakan pemerintahan.
  2. Menurut Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adl iuran rakyat kpd Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dpt dipaksakan) dgn tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yg langsung dpt ditunjukkan & yg digunakan ukt membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yg berbunyi sbg berikut: Pajak adl peralihan kekayaan dari pihak rakyat kpd Kas Negara ukt membiayai pengeluaran rutin & surplusnya digunakan ukt public saving yg merupakan sumber utama ukt membiayai public investment.
  3. Sedangkan menurutSommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adl sesuatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yg ditetapkan lbh dahulu, tanpa mendapat imbalan yg langsung & proporsional, agar pemerintah dpt melaksanakan tugas-tugasnya ukt menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sbg beralihnya sumber daya dari sector privat kpd sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan 2 situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya ukt kepentingan penguasaan barang & jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang & jasa publik yg merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitromerupakan sesuatu perikatan yg timbul karena adanya undang-undang yg menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara ukt menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kpd negara, negara mempunyai kekuatan ukt memaksa & uang pajak tersebut harus dipergunakan ukt penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yg dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sbg pengumpul pajak maupun wajib pajak sbg pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dgn UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum & tata cara perpajakan adl kontribusi wajib kpd negara yg terutang oleh orang pribadi atau badan yg bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dgn tdk mendapat timbal balik secara langsung & digunakan ukt keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
http://www.managementaccountingsystems.com/64/fungsi-akuntansi-pajak.htm

DASAR AKUNTANSI PERPAJAKAN

  1. PENGERTIAN DASAR AKUNTANSI PERPAJAKAN
         Adalah akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya. B. TEORI AKUNTANSI PERPAJAKAN
         adalah suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat azaz atau prinsip yang diakui dalam ketentuan peraturan perpajakan yang merupakan :
        a. Kerangka acuan umum untuk menilai praktek-praktek akuntansi
        b. Pedoman bagi pengembangan praktek-praktek dan prosedur baru
        c. Dapat dipergunakan untuk menjelaskan praktek-praktek yang sekarang, sedang berjalan tetapi tujuan utamanya adalah mengadakan suatu kerangka acuan untuk menilai dan mengembangkan praktek akuntansi  yang sehat.
  2. PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI PERPAJAKAN prinsip-prinsip yang akui dalam akuntansi perpajakan meliputi antara lain
  • Kesatuan akuntansi/usaha ( economicentity )
  • Kesinambungan ( Going Concern )
  • Harga pertukaran yang objektif
  • Konsistensi
  • Konservatif
  1.  FUNGSI AKUNTANSI PERPAJAKAN 
adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan keputusan. oleh sebab itu maka akuntansi harus memenuhi tujuan kualitatif . Adapun fungsi akuntansi perpajakan adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan. Adapun tujuan kualitatif akuntansi perpajakan antara lain sebagai berikut
  1. Relevan
  2. Dapat dimengertI
  3. Daya uji / VerifiabilitI
  4. Netral
  5. Tepat waktU
  6. Dayabanding/ Comparability
  7. Lengkap
  1. PERSAMAAN AKUNTANSI PERPAJAKAN
 Dalam akuntansi dikenal beberapa persamaan yang dijadikan rumus dasar atau persamaan dasar yang menjelaskan hubungan antara kepemilikan dan kewajiban keuangan suatu perusahaan. Persamaan dasar dalam akuntansi perpajakan sama persis dengan akuntansi komersial yakni; ” harta yang dimiliki    perusahaan ( aktiva ) sama dengan hak atau klaim atas harta tersebut ( kewajiban ) ditambah,  dengan  modal”. yang bisa diformulasikan dalam rumus sebagai berikut :
AKTIVA       =      HUTANG    +      MODAL
  Contoh :
  1. Seruni pada awal tahun 2010 baru mendirikan usaha perdagangan -garmen . Roni sebagai salah satu pemegang sahamnya menyetorkan uang sebesar Rp. 200.000.000,- kemudian Yasin menyetorkan Tanah dan bangunan masing-masing sebesar Rp. 200.000.000,- dan Rp. 300.000.000,- dan Nop menyetorkan kendaraan dengan harga pasar Rp. 200.000.000,- CV. Seruni juga meminjam uang dariBank sebesar Rp. 100.000.000,-Dari data tersebut diatas maka bentuk persamaan akuntansinya adalah :      

      Kas                     +   Tanah/Bangunan    + Kendaraan          =  Hutang               +   Modal
      300.000.000       +   500.000.000         +  200.000.000     =  100.000.000      +    900.000.000,-       
 Dari persamaan dasar akuntansi tersebut dapat disusun sebauh Neraca awal dari CV. Seruni
http://pakakhid.blogspot.com/2011/04/dasar-akuntansi-perpajakan.html

Akuntansi Pajak

Akuntansi pajak adalah akuntansi yang diterapkan dengan tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Fungsi akuntansi pajak adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan.
Peran                                                                                                                                                    Perannya didalam perusahaan adalah signifikan, yaitu :
1). Memberikan membuat perencanaan dan strategi perpajakan (dalam artian positif)
2). Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang akan datang.
3).Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari penialian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan dapat menyajikannya di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
4). Dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik, sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.
Perkembangan
Pada perusahaan berskala menengah dan besar, kesadaran akan pentingnya akuntansi pajak telah ada dan diterapkan secara serius. Akan tetapi tidak sedikit perusahaan (apapun skalanya) belum menyadari pentingnya akuntansi pajak. Ada kecenderungan untuk mengabaikan atau tidak mau pusing mengurusnya, sehingga diserahkan kepada konsultan, yang hampir pasti tidak mengetahui operasional perusahaan yang ditanganinya secara benar dan detail, yang sangat mungkin dapat menjerumuskan perusahaan.
Petugas khusus di dalam perusahaan untuk akuntansi pajak
Mengingat eratnya keterkaitan antara akuntansi dengan perpajakan pajak (dan sebaliknya), implikasi dan konsekuensi setiap transaksi di perusahaan terhadap pajak, rasanya tidak berlebihan jika manajemen dan staf akuntansi pajak signifikan diperlukan di dalam perusahaan. Sampai saat ini masih banyak perusahaan merangkap pegawai accounting (yang menangani laporan komersial) untuk menangani perpajakan juga. Akibat sedikitnya pegawai accounting yang sungguh-sungguh memahami perpajakan ( bahkan untuk menghitungnya pun masih banyak yang belum bisa), tidak punya cukup waktu untuk mengikuti perkembangan (perubahan) undang-undang dan peraturan perpajakan, banyak kejadian perpajakan tidak ditangani dengan baik.
http://odeliajulita.blogspot.com/2012/12/akuntansi-pajak.html
sources :
 SUMBER : https://rasmigracia.wordpress.com/2014/09/04/akuntansi-perpajakan/



https://www.youtube.com/watch?v=HEhEhYC9rsw

komponen Jaringan Komputer dan Fungsinya

Tipe – tipe Jaringan Komputer : Komponen Jaringan Komputer dan Fungsinya


Berikut ini bawah ini beberapa komponen jaringan komputer berserta fungsinya antara lain :



  • Tang krimping berfungsi untuk menjepit kabel dengan konektor yang telah terpasang sehingga mudah lepas pada saat instalasi. Penggunaan tang ini disesuaikan dengan jenis kabel dan konektor yang akan kita gunakan untuk membangun jaringan.
  • Konektor digunakan sebagai sarana penghubung antara kabel dengan colokan LAN Card yang ada di CPU komputer. Jenis konektor yang digunakan sesuai tipe kabel misal RJ-45 berpasangan dengan kabel UTP/STP, konektor BNC/T berpasangan dengan kabel Coaxial sedangkan untuk tipe kabel fiber optic digunakan konektor ST.
  • NIC (network interface card) adalah sebuah kartu yang berfungsi sebagai jembatan dari computer ke sebuah jaringan computer.
  • Kabel berfungsi untuk membuat data bisa mengalir di jaringan
  • Hub adalah komponen jaringan yang memiliki colokan (port-port). Umumnya hub memiliki jumlah port mulai dari 4, 8, 16, 24 sampai 32 plus 1 port (uplink) untuk menghubungkan ke server atau ke hub lain. Hub digunakan untuk menyatukan kabel – kabel network dari tiap – tiap workstation, server atau perangkat lain.
  • Bridge digunakan untuk menghubungkan beberapa jaringan yang terpisah walaupun menggunakan media penghubung dan model atau topologi berbeda. Jadi mirip dengan jembatan pada kehidupan sehari – hari kita.
  • Switch bentuknya mirip hub, bedanya switch lebih pintar karena mampu menganalisa paket data yang dilewatkan padanya sebelum dikirim ketujuan. Selain itu juga ia memiliki kecepatan transfer data dari server ke workstation atau sebaliknya.
  • Router memiliki kemampuan untuk menyaring atau memfilter data yang lalu lalang di jaringan berdasarkan protokol tertentu. Seperti brigde, router juga dapat digunakan untuk menghubungkan beberapa jaringan model LAN bahkan WAN.
  • Modem digunakan sebagai penghubung jaringan LAN dengan Internet. Dalam melakukan tugasnya, modem akan mengubah data digital kedalam data analog yang bisa dipahami oleh kita manusia ataupun sebaiknya.
  • Repeater bekerja memperkuat sinyal agar lalu lintas data dari client ke server atau sebaliknya lebih cepat apabila jarak antara client atau workstation ke server lebih jauh. Dengan repeater ini jaringan dan sinyal akan semakin kuat.






Sumber : http://www.it-artikel.com/2012/10/komponen-jaringan-komputer-dan-fungsinya.html






Senin, 19 Oktober 2015

Tips Mengusir kerak Pada Ruang Mesin Mobil

Si Pengusir Kerak Ruangan Mesin Mobil



SI PENGUSIR KERAK

Jakarta - Salah satu penyebab mesin jadi loyo dan boros bensin, adalah adanya tumpukan karbon di ruang bakar. Menurut William Kurniawan dari bengkel One Second Faster (OSF), tumpukan karbon itu berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dan uap oli yang kualitasnya kurang bagus.

Mengapa tumpukan karbon bikin loyo dan boros? Adanya karbon membuat ruang bakar semakin sempit, yang berarti bikin rasio kompresi meningkat, efek berantainya mesin jadi ngelitik. Nah agar tidak ngelitik, pada mesin modern, ECU akan memundurkan waktu pengapian. Kalau di mesin lama, mekanik yang harus memundurkannya.

“Dengan timing dimundurkan, maka otomatis power jadi lebih loyo. Dan untuk mengurangi panas karena kompresi ketinggian, biasanya ECU memerintahkan menyemprot bensin lebih banyak, makanya jadi boros,” terang Brahmantio Prayogo, tuner dari Sportisi Motorsport.

Untuk mengembalikan performa, karbon harus dihilangkan dari ruang bakar. Salah satunya dengan turun mesin, namun butuh dana dan waktu lebih banyak. Kalau ingin lebih ekonomis dan cepat, bisa pakai carbon cleaner yang kini banyak ditawarkan.

Ada jenis apa saja sih di pasaran? Ternyata banyak merek dan cara aplikasinya. Yuk kupas bersama, termasuk juga prosedur penggunaannya. • (otomotifnet.com)



SEBAB, INDIKASI DAN INTERVAL

Kendaraan yang digunakan tentunya akan meninggalkan tumpukan kerak karbon di beberapa bagian. Contohnya di bagian atas piston, klep, busi dan ruang bakar. Semakin lama digunakan, tentunya akan semakin tebal sisa pembakaranya, efeknya menyebabkan rasio kompresi mesin semakin tinggi.

Hal ini membuat kendaraan bisa saja terjadi knocking atau detonasi. Tentu detonasi tidak baik buat mesin dan dapat berakibat fatal jika dibiarkan terus menerus dan dipaksakan. Akselerasi juga menjadi lebih lambat, tidak seperti mesin fresh. Lainnya, emisi gas buang tidak ideal juga menjadi salah satu indikasi perlunya dilakukan carbon clean.

Pada umumnya interval carbon clean setiap 20.000 km. Namun pada kendaraan dengan jarak tempuh yang cukup tinggi, semisal 100.000 KM dan belum pernah di-carbon clean, sebaiknya bisa dilakukan setiap 10.000 km sebanyak 2 kali, lalu menjadi normal setiap 20.000 KM. Sebab biasanya kerak yang menempel sudah cukup tebal dan terkadang tidak bisa 1 kali treatment.

“Untuk kendaraan tertentu semisal Nissan Livina, malah setiap tune-up sekalian di-carbon clean, karena kendaraan ini paling sering knocking padahal ignition timing diset di angka 0,” terang Tan Mulyadi dari PT Eka Karya Mandiri, pemasok carbon clean Spirit. •



JENIS CAIRAN

Model cairan salah satunya merek Carbon Off asal Jerman. Dalam paketnya ada 2 botol, pertama dalam tabung bertekanan yang disemprotkan pertama ke ruang bakar, kedua berupa cairan yang dituang setelahnya. Setelah didiamkan selama 15 menit, tinggal disedot ulang pakai kompresor dengan prinsip divakum.

“Untuk mesin 4 silinder butuh 1 paket, harga termasuk tune up Rp 350 ribu, kalau mesin 6 atau 8 silinder, tambah obatnya 1 paket lagi Rp 150 ribu,” terang Amin Budiyono dari A Ototechnik di kawasan Mampang, Jaksel.

Brand lain ada merek Spirit, cuma hanya berbentuk cairan di botol. Pemakaian cairan akan dimasukkan ke ruang bakar dan didiamkan 5-10 menit, kemudian sedot ulang cairan yang telah bersama karbon yang rontok. Harganya mulai dari Rp 300 ribu.

Mirip Spirit namun lebih simpel, ada Carbon Speed, karena tak butuh alat penyedot khusus. Lantaran dalam paketnya disediakan semacam suntikan untuk menyedot ulang cairan dari ruang bakar. Tiap kemasan produk yang bisa ditemukan di pusat oli TODA ini harganya sekitar Rp 25 ribu.

Pilihan lain ada merek yang telah sangat terkenal, DCS Engine Conditioner. Untuk pembersihan ruang bakar, setelah mesin dipanaskan dan lepas busi, tinggal semprot DCS ke ruang bakar dan didiamkan 10-15 menit. Kemudian starter mesin tanpa busi terpasang untuk mengeluarkan cairan, lalu pasang busi dan hidupkan mesin, maka sisanya akan keluar bersama gas buang. Harganya sekitar Rp 75 ribu. •



JENIS GAS

Carbon cleaner yang jarang adalah yang pakai gas. “Pakai gas punya kelebihan tidak akan melukai logam seperti cairan yang cenderung korosif,” terang William dari OSF yang punya alat OXY-Hydrogen Carbon Clean merek Epoch asal Taiwan.

Prinsip kerja Epoch, dengan memproduksi H2 dan O2 yang didapat dari pemecahan air. Kedua gas tersebut dimasukkan ke ruang bakar lewat filter. “Gas tersebut punya sifat memenuhi ruangan dan sangat mudah terbakar, sehingga saat terbakar sedikit demi sedikit bisa merontokkan karbon,” lanjut pebengkel di Jl. Lapangan Bola, Jakbar ini.

Proses pakai Epoch ini tergolong cukup lama, mobil akan dihidupkan dalam kondisi stasioner selama 40 menit. Ongkos yang dibutuhkan Rp 300 ribu. “Kelebihan lain bisa juga untuk mesin diesel,” tutup William. •



PROSEDUR 

Soal safety buat diri sendiri, sebaiknya setelah menuang cairan pembersih kerak karbon, langsung tutup rapat wadah penampungannya. Jangan langsung menghubungkan kompresor jika tidak rapat bak penampungan cairan tersebut. Dikarenakan cairan ini bisa muncrat jika mendapatkan angin bertekanan dan dapat menyebabkan kulit merah-merah seperti terbakar.

“Akan terasa perih sekali, segera bilas dengan air hingga bersih,” sebut Michael Kristianto dari Excess Motoring Pluit, Jakut. Kalau efeknya terlalu parah, sebaiknya juga kunjungi dokter untuk mendapatkan perawatan medis.

Prosedur safety buat mesin juga perlu diperhatikan. “Jangan sampai terjadi water hammer saat mesin mau dihidupkan. Pastikan menyedot sampai kering cairan pembersih kerak karbon,” ujar Indra Wijaya dari Sigma Speed Pancoran, Jaksel.

Biasanya masih ada sisa cairan menyempil di sisi yang agak sulit terjangkau. Menyedotnya membutuhkan waktu yang lama jika mau benar-benar bersih. Gunakan tiupan angin kompresor pada setiap lubang busi. Terakhir letakan karton di atas lubang busi, lalu start kendaraan selama 3 detik. Jika masih ada cairan pasti karton akan basah. •



PENGHILANG KANDUNGAN AIR

Walau efektif digunakan sebagai pembersih ruang bakar, namun kedua cairan ini juga bisa berfungsi untuk menghilangkan kandungan air loh. Tentu cara pakainya juga beda. Tapi tenang saja, justru jauh lebih mudah kok.

“Karena berfungsi sebagai anti-varnish, jadi Vitec juga akan membersihkan noda atau kerak yang biasa tertinggal di saluran bahan bakar,” urai Dion, panggilan akrab Dionisius. Nah coba lihat deh di sekitaran slang bensin ataupun tutup tangki.

Kalau lihat area tutup tangki yang biasanya berwarna putih bersih berubah warna jadi merah atau kecoklatan. Seperti itu lah residu yang tertinggal. Bayangkan residu ini ada di saluran bahan bakar.

“Tinggal tuang saja Vitec ke dalam tangki. Namun tentu efek untuk membersihkan injektor atau ruang bakar berkurang,” sambung pria berkacamata ini. Sama hal dengan Wealthy yang juga bisa dituang.

Kalau dituang rutin, misal saban 3 bulan sekali, tergantung kondisi jalan dan jenis bahan bakar yang dipakai. Cairan ini ampuh menghilangkan kandungan air dalam bensin loh. •



JENIS BYPASS BAHAN BAKAR

Selain dimasukan manual dengan alat suntik ataupun disemprot ke throttle body, cara lain yang kerap dipakai yakni dengan mem-bypass jalur bahan bakar. Merek yang banyak dipakai yaitu Wealthy Injection Cleaning Tool Set (WICT) dan Vitec Injector Cleaner (VIC).

Namun cara ini mesti ke bengkel untuk mengerjakan, dikarenakan harus pakai alat khusus untuk memasukkan cairan ke ruang bakar. “Enaknya, karena disemprot melalui saluran bensin, jadi tak hanya ruang bakar yang bersih, tapi injektor pun ikutan bersih,” ujar Almus Hidayat, Sales Manager PT Wealthy Sejahtera.

Pun begitu dengan Vitec Injector Cleaner yang tak hanya membersihkan ruang bakar, tapi tetap aman buat catalytic converter. “Karena dicampur langsung ke, jadi semua terbakar habis. Makanya aman, kerak hasil pembakarannya enggak akan menyumbat catalytic converter,” sambung Peter Dionisius, Product Development & Promotion PT Autochem Industry, pemilik merek Vitec di Indonesia.

Nah, konsepnya sistem ini adalah memasukkan pembersih ini melalui slang bahan bakar. Jadi, butuh connector khusus untuk masing-masing tipe mesin. Contoh ketika WICT dicoba untuk Toyota Avanza 1.300 cc kelahiran 2009 yang sudah menempuh jarak sekitar 65 ribu. Karena sudah close loop, mesti mem-bypass slang menuju injektor yang terletak di bagian bawah mesin, sisi kanan. Oh iya, jangan lupa melepas soket agar pompa tidak bekerja terus ya.

Sementara VIC yang dicoba pada Nissan X-Trail 2009 bermesin 2.000 cc, cairan ini dikoneksikan melalui slang dari tangki yang menuju mesin. Bedanya, pada X-Trail saluran ini terdapat di balik jok tengah. Gabung dengan pompa bahan bakar.

Setelah alat terpasang, butuh bantuan kompresor angin untuk menekan cairan ke ruang bakar. Pada alatnya, terpasang indikator untuk memantau tekanan yang dibutuhkan mesin. “Biasanya berkisar antara 80 sampai 100 psi. Enggak boleh kurang atau kelebihan,” wanti Sutrisno, mekanik dari bengkel Petrus Motor di Jl. Arteri Kelapa Dua No.56, Jakbar.

Selanjutnya tinggal menyalakan mesin dan biarkan cairan ini tercampur langsung dengan bensin. Tak butuh waktu lama, sekitar 10 menit kemudian mesin akan mati, yang berarti cairan dalam tabung sudah habis. Bereskan peralatan, rakit kembali soket berikut slang bahan bakar aslinya. Setelah itu starter lagi mesin.

Hasilnya, langsung terasa getaran mesin lebih halus. Namun, karena transmisi X-Trail menggunakan CVT. Jadi, efek pada akselerasinya tidak terlalu terasa. •

SUMBER : http://otomotifnet.com/Mobil/Umum/All-About-Carbon-Cleaner-Si-Pengusir-Kerak